
modulmerdeka.com – Kemampuan mendengarkan dan menceritakan kembali merupakan bagian penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Keduanya bukan hanya sekadar aktivitas pasif dan aktif, tetapi juga latihan berpikir kritis, memahami struktur teks, serta mengembangkan kemampuan berbahasa lisan dan tulisan.
Dalam Kurikulum Merdeka, kompetensi ini semakin ditekankan sebagai bentuk penguatan literasi siswa sejak dini. Artikel ini akan mengulas secara lengkap tentang pentingnya keterampilan mendengarkan dan menceritakan kembali, strategi pembelajarannya, serta contoh implementasinya di kelas.
Mendengarkan bukan hanya soal menerima informasi secara pasif. Siswa yang terbiasa mendengarkan cerita secara aktif akan terlatih menganalisis, menyimpulkan, dan membedakan informasi utama dari informasi tambahan.
Ketika mereka menceritakan kembali, siswa harus memilih kata-kata sendiri, menyusun struktur cerita ulang, dan menyesuaikannya dengan gaya bahasa mereka sendiri. Ini semua adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Dalam proses mendengarkan dan menceritakan kembali, siswa dilatih untuk menyimpan informasi dalam ingatan jangka pendek, kemudian menyusunnya ulang menjadi narasi yang utuh. Aktivitas ini secara langsung melatih daya ingat, pemahaman bacaan, dan reproduksi informasi secara runtut.
Menceritakan kembali cerita yang telah didengar dapat membantu siswa mengembangkan rasa percaya diri dalam berbicara di depan umum.
Kegiatan ini juga meningkatkan keterampilan komunikasi verbal, seperti artikulasi, intonasi, dan penggunaan kosakata yang tepat.
Cerita yang dipilih harus sesuai dengan usia dan tingkat pemahaman siswa. Untuk siswa SD, cerita rakyat, dongeng, atau fabel sangat efektif. Di tingkat SMP dan SMA, bisa digunakan cerita inspiratif, cerita pendek, atau cuplikan novel.
Dengan bantuan media seperti podcast pendidikan, video cerita pendek, atau rekaman narasi, siswa lebih tertarik dan fokus dalam mendengarkan. Ini juga membantu guru dalam mengontrol waktu dan pengulangan jika dibutuhkan.
Sebelum mendengarkan, berikan pertanyaan pemandu agar siswa lebih fokus dalam menyimak. Misalnya: “Siapa tokoh utama dalam cerita?”, “Apa konflik yang terjadi?”, atau “Bagaimana akhir cerita?”. Strategi ini membuat proses mendengarkan lebih terarah.
Setelah mendengarkan, siswa dapat dilatih untuk menceritakan kembali secara lisan atau tertulis. Mulailah dari menceritakan kembali bagian tertentu (seperti awal cerita atau tokoh utama), lalu berkembang menjadi seluruh cerita. Latihan ini bisa dilakukan secara individu, berpasangan, atau berkelompok.
Membuat peta pikiran tentang isi cerita dapat membantu siswa menyusun ide sebelum menceritakan kembali. Mind mapping dapat memuat unsur-unsur penting seperti tokoh, latar, alur, dan pesan moral. Ini membantu mereka mengorganisasi cerita dengan lebih baik.
Untuk menilai hasil menceritakan kembali, guru dapat menggunakan rubrik yang mencakup aspek struktur cerita, kelengkapan informasi, penggunaan bahasa, ekspresi, dan keterlibatan siswa saat menyampaikan. Dengan penilaian yang objektif, siswa lebih termotivasi untuk meningkatkan kualitas cerita ulang mereka.
Guru memutar cerita “Kancil dan Buaya” dari rekaman audio. Setelah itu, siswa menjawab beberapa pertanyaan singkat, lalu menceritakan kembali cerita tersebut secara bergiliran di depan kelas. Guru menilai kejelasan informasi dan keberanian siswa dalam menyampaikan.
Siswa mendengarkan cerita pendek tentang tokoh inspiratif Indonesia. Mereka diminta membuat ringkasan isi cerita dan menyampaikan ulang secara lisan dengan gaya mereka sendiri. Kemudian, dilakukan diskusi bersama untuk membandingkan cara setiap siswa menceritakan kembali.
Siswa mendengarkan cuplikan novel atau podcast naratif. Selanjutnya mereka membuat review cerita dalam bentuk tulisan naratif singkat atau presentasi kelompok. Kegiatan ini dapat diintegrasikan dengan pelajaran Bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya seperti PPKn atau Sejarah.
Kurikulum Merdeka menekankan pembelajaran berbasis proyek, diferensiasi, dan pembelajaran bermakna. Aktivitas mendengarkan dan menceritakan kembali sangat sesuai dengan pendekatan ini.
Guru dapat merancang proyek kecil berupa pementasan cerita, pertunjukan drama singkat, atau membuat vlog yang berisi cerita ulang siswa. Ini memberikan ruang kreativitas dan meningkatkan keterlibatan siswa.
Tantangan:
Solusi:
Kemampuan mendengarkan dan menceritakan kembali cerita dalam Bahasa Indonesia adalah aspek penting yang perlu dikembangkan sejak dini.
Melalui strategi pembelajaran yang tepat, siswa tidak hanya memahami isi cerita, tetapi juga mampu mengolah, menyampaikan, dan menyusun ulang informasi dengan baik.
Dalam konteks Kurikulum Merdeka, keterampilan ini mendukung tujuan literasi dan kompetensi abad 21 yang menekankan pada komunikasi, kolaborasi, kreativitas, dan berpikir kritis.
Guru memiliki peran strategis untuk memastikan proses ini berjalan efektif, menyenangkan, dan berdampak positif bagi perkembangan siswa.
Nama asli saya Supriyadi dan populer Supriyadi Pro. Saya seorang Expert wordpress developer freelancer, content writer, editor. Memiliki minat besar pada dunia teknologi, sains, seni budaya, social media, dan blogging. Saya kelahiran suku Jawa, di Wonogiri, Jawa Tengah yang ahli bahasa Jawa dan seni gamelan. Silahkan hubungi saya lewat laman yang telah disediakan atau kunjungi website profil saya di https://supriyadipro.com